Senin, 22 Juni 2009

Para Praja, Biarkanlah Kebenaran Itu Terungkap!
Artikel ini merupakan tanggapan saya atas ramainya berita tentang kasus tindak kekerasan dan diikuti dengan kabar tentang maraknya kasus asusila yang terjadi di lembaga pendidikan kedinasan bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri dua tahun lalu. Tetapi, kasus yang sama bukan tak mungkin terjadi lagi di lembaga itu karena ada banyak diantara oknum civitas academicanya yang tidak kapok juga.
Pada saat kasus ini mengemuka dan Pak Inu Kencana Syafi’i mengungkapkannya kembali, justru para praja wanita ada yang merasa tersudut dan melaporkannya ke pihak kepolisian. Berikut ini salah satu respons dari seorang netter dan tanggapan saya.

Para Praja Laporkan Ini Kencana Ke Polisi…
Inu kencana dosen IPDN menerbitkan buku tulisannya yang berjudul IPDN UnderCover. Pro dan kontra pun muncul, beberapa kalangan praja dan dosen IPDN menganggap buku ini tidak sesuai dengan apa yang terjadi dan pembalikan dari suatu fakta. tetapi sebagian lagi menyambut baik terbitnya buku ini. karena inilah saatnya titik balik perubahan IPDN menjadi Institusi pendidikan pemerintahan yang profesional .

Buku yang berisikan kesaksian Inu kencana sebagai dosen IPDN ini menuai protes keras dari kalangan praja wanita, karena seakan-akan meyududkan praja wanita, Inu dalam tulisannya mengatakan hampir 90% praja wanita melakukan hubungan sex’s bebas. bisa dibuktikan dengan banyaknya alat pengaman yang berserakan di Kos mereka. Sungguh pernyataan yang mengejutkan. dan sekaligus sebuah pertanyaan besar. Dari mana seorang Inu kencana mengetahui banyak Alat pengaman yang berserakan di Kost wanita? Apakah Inu pernah membuktikan sendiri dengan melihat atau apakah dengan mendengar kesaksian dari praja lain.

Suatu pembongkaran kebusukan yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Inu di laporkan oleh praja wanita dan dosen ke kantor Polisi. Seperti yang pernah saya bahas bahwa “free sex’s di IPDN harus di buktikan“, cara membuktikannya saya rasa sudah cukup jelas .Selamat Pak Inu atas penerbitan Bukunya, semoga buku yang bapak terbitkan merupakan catatan sejarah yang benar dari perjalanan IPDN..

Para Praja, Biarkanlah Kebenaran Itu Terungkap!

Ma’af pada para praja yang merasa tersinggung dan tersakiti oleh penuturan Pak Inu Kencana Syafe’i dalam berbagai media massa serta bukunya yang terbaru bertajuk IPDN under Cover! Anda merasa tersinggung itu karena apa?Apakah Anda merasa tersinggung karena Anda merasa tidak melakukan perbuatan yang diungkapkan oleh Pak Inu? Kalau itu jawabannya, bukankah beliau pada intinya memang tidak menyatakan bahwa seluruh praja berbuat tercela? Tapi, Anda harus tahu dan tidak boleh menafikan kenyataan bahwa perbuatan tercela berupa kekerasan oleh para praja, perilaku seks di luar nikah, bahkan praktek penyalahgunaan wewenang memang terjadi. Bahkan untuk perilaku seks bebas, masalah ini pernah diliput oleh stasiun televisi AnTeve (kalau tidak salah dalam acara Fakta) melalui hidden camera.

Untuk membuktikan sinyalemen itu, salah satu reporter mengadakan wawancara dengan salah satu dukun pijat yang juga kadang melakukan praktek aborsi atas permintaan dan ia menyakan bahwa konsumen jasanya ada yang berasal dari kampus ini. Kemudian, melalui hidden camera juga terlihat beberapa praja memasuki kamar kost lawan jenis. jangan Anda nafikan hal itu! Tetapi, barangkali bukan Anda yang melakukannya dan itu saya percaya! Beberapa (dan ironisnya agak banyak) teman Anda yang bejatlah pelakunya. Namun, jangan katakan bahwa hal itu hanyalah isapan jempol belaka! Terkait dengan praktek seks bebas, Pak Inu sendiri ternyata pernah menangkap tangan sepasang praja yang berbuat mesum. Itu bukan bukti?

Anda juga jangan berargumen secara banal bahwa jika tidak ada lembaga IPDN kemudian dari manakah negara ini memperoleh kader penggerak roda pemerintahan? Mungkin Anda tengah lupa bahwa ada banyak kampus yang memiliki fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan program studi Ilmu Pemerintahan. Selain para praja institusi Anda, mereka juga dapat direkrut menjadi pegawai pemerintahan dengan dibekali beberapa kemampuan birokrasi serta ilmu pemerintahan terapan yang juga pernah Anda terima. Seiring dengan berjalannya waktu, proses adaptasi pastilah mereka alami. Anda pernah tahu bukan, bahwa ada beberapa alumnus perguruan tinggi berlatar ilmu filsafat yang ternyata mampu bekerja pada instansi perbankan tentunya setelah diberi beberapa pelatihan? Anda berani menyatakan bahwa alumnus fakultas ekonomi, hukum, dan ilmu sosial lain tidak mampu menangani pekerjaan terkait dengan birokrasi pemerintahan? Kalau Anda katakan “ya”, alangkah gegabahnya.

Barangkali, Anda katakan bahwa praja yang celaka atau tewas jumlahnya hanya 35 orang sedangkan para praja yang lulus dan bekerja untuk kemudian menyumbangkan ilmunya pada negara berjumlah ribuan. Ingatkah bahwa 1, 3, 3, atau berapa pun nyawa adalah ciptaan Tuhan yang amat berharga. Bahkan jika Anda muslim, tentunya Anda ingat bahwa satu jiwa yang tercabut tanpa alasan yang syah adalah sama dengan tercabutnya seluruh jiwa yang ada di bumi? Itulah yang harus Anda ingat.

Mengenai praktek korupsi yang terjadi? Saya yakin bahwa praktek korupsi memang pernah ada di institusi Anda (begitu pula dalam instansi lain). Hanya saja, siapakah pelakunya, dalam wujud apakah praktek itu dilakukan, kapan terjadinya, serta berapa nilainya, hal ini masih tetap membutuhkan penelusuran lebih lanjut. Tetapi, benarkah Anda merasa benar-benar tidak ada sesuatu yang janggal? Para dosen IPDN adalah pegawai dengan standar gaji pegawai negeri sipil yang sangat mustahil dapat memiliki rumah seharga ratusan juta Rupiah dalam waktu relatif singkat. Para dosen Anda dan mungkin juga Anda bisa saja berargumen bahwa kita tidak boleh berprasangka buruk pada mereka. Bisa saja mereka memiliki sumber penghasilan lain yang mampu memberikan pendapatan sanagt besar dan jauh melebihi gaji selaku pegawai negeri sipil. Tetapi, hal itu masih harus dibuktikan secara sebenar-benarnya apakah memang kekayaan amat spektakuler yang mereka miliki itu memang berasal dari sumber yang absah. Absah disini bukan hanya jika diukur dari sudut pandang hukum positif tetapi juga dari aspek hakekat. Sengaja saya tekankan hal itu disini karena realita sosial Indonesia terbukti ramah sekali dalam memberikan peluang bagi para pelaku korupsi untuk menyembunyikan hasil tindakan culasnya sekaligus mengemasnya menjadi hasil yang seolah halal.

Jika memang ada salah satu atau beberapa oknum pegawai atau dosen IPDN yang lancung, inilah letak ironisnya. Betapa tidak, dalam berbagai kesempatan Anda selalu mengatakan bahwa IPDN adalah penampung manusia-manusia pilihan dan tanpa IPDN seolah-olah roda pemerintahan tidak akan berjalan lancar. Pak Inu harus dimintai keterangan yang valid. Akan tetapi, Anda tidak boleh kemudian menganggap bahwa perilaku korup tak mungkin terjadi di lembaga ini.

Bila Pak Inu pernah menampar mahasiswanya, Anda ingat kapan dan apakah penyebabnya. Bandingkan dengan praktek kekerasan dan bullying yang dilakukan oleh para praja senior pada yuniornya. Manakah yang lebih murang tata? Dalam suatu acara bedah buku, ketika ada alumnus yang mengingatkan bahwa Pak Inu juga pernah menampar mahasiswanya, beliau dengan gentle mempersilakan ia untuk membalas. Adakah praja, dosen, atau pengasuh yang berani memberi kesempatan untuk membalas pada praja yang pernah dizalimi?

Seumpama dalam hati Pak Inu terbersit niat untuk balas dendam karena frustasi, biarlah itu menjadi urusan pribadinya dengan Allah. Kita ambil manfa’at positif dari langkah pembongkaran aib yang sebenarnya telah terbentuk rapi di sini sembari berdo’a semoga keikhlasanlah yang melandasi langkah Pak Inu.
Muly De La Vega.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar