Skandal Enron Energy, Inc.; Kerakusan Dan Kecurangan Yang Menghancurkan
Latar Belakang Masalah
Salah satu tokoh besar dunia asal India yang terkenal amat bijaksana serta sangat peduli kepada masalah kemanusiaan, yaitu Mahatma Gandhi pernah menyampaikan suatu kalimat yang apabila direnungkan secara sungguh-sungguh ternyata mempunyai makna yang akan terbukti kebenarannya sepanjang masa. The world is always enough for your need, but it is not enough for your greed. Dunia ini senantiasa cukup untuk kebutuhanmu, tetapi ia tidak cukup untuk kerakusanmu. Memang benar bila mana dirasakan, kerakusan yang diperturutkan menjadikan segala yang ada di sekitar kita serta berapapun banyaknya yang diberikan tidak mampu membuat diri kita puas. Tidak ubahnya meminum air laut, semakin banyak yang dapat kita peroleh, maka bertambah banyak pulalah yang ingin kita cari lagi.
Latar Belakang Masalah
Salah satu tokoh besar dunia asal India yang terkenal amat bijaksana serta sangat peduli kepada masalah kemanusiaan, yaitu Mahatma Gandhi pernah menyampaikan suatu kalimat yang apabila direnungkan secara sungguh-sungguh ternyata mempunyai makna yang akan terbukti kebenarannya sepanjang masa. The world is always enough for your need, but it is not enough for your greed. Dunia ini senantiasa cukup untuk kebutuhanmu, tetapi ia tidak cukup untuk kerakusanmu. Memang benar bila mana dirasakan, kerakusan yang diperturutkan menjadikan segala yang ada di sekitar kita serta berapapun banyaknya yang diberikan tidak mampu membuat diri kita puas. Tidak ubahnya meminum air laut, semakin banyak yang dapat kita peroleh, maka bertambah banyak pulalah yang ingin kita cari lagi.
Mengenai hal ini, kita dapat mencontohkan beberapa orang yang sebenarnya telah diberi apa yang semula mereka perjuangkan sebagai pengusaha yang tekun, jujur, serta gigih. Tetapi, kemudian mereka tergoda untuk mencoba jalan lain yang dinilai mampu memberikan hasil lebih banyak dalam waktu lebih cepat walaupun jalan itu salah dan merugikan banyak pihak. Semula, barangkali mereka adalah pengusaha yang bergerak dalam jalur nyata (real sector) semisal produksi furnitur, pembuatan kue, perdagangan bahan bangunan, pembangunan kompleks perumahan, jasa konsultasi manajemen, dan lainnya secara tekun serta ulet. Mereka juga telah membuktikan kemurahan Tuhan dengan berhasilnya beberapa usaha yang dijalani tersebut serta reputasi bagus telah terbangun. Namun, perasaan belum cukup maupun ingin memperoleh lebih banyak mampu menjadikan mereka gelap mata untuk kemudian menjadi pelaku usaha yang ternyata mengandung penipuan. Misalnya saja, membentuk koperasi simpan pinjam atau kelompok arisan kendaraan bermotor fiktif, mendirikan usaha perdagangan berjangka yang akhirnya menggelapkan dana investor, dan membangun bisnis jaringan yang seolah-olah masuk akal tetapi sebenarnya adalah usaha money game. Beberapa contoh usaha seperti itu telah sering kali terbukti menipu dan menimbulkan kerugian kepada masyarakat dimana-mana. Mereka beruntung, tetapi ada banyak anggota masyarakat lainnya menjadi buntung.
Keadaan seperti ini terjadi pula pada lingkup bisnis berskala internasional. Kerakusan akan keuntungan yang makin besar serta cepat perolehannya mampu membelokkan arah suatu perusahaan menuju jurang kehancuran. Padahal, semula usaha yang ditekuni oleh perusahaan itu berada di atas jalur yang benar (on the right track). Ilustrasi kasus nyata yang juga menggoncangkan bursa saham terkemuka dunia, Wall Street di New York adalah bangkrutnya perusahaan energi raksasa Enron Energy, Inc. Kemudian, efek domino terjadi secara dahsyat. Dua kreditor besar yang telah menyalurkan dana dalam jumlah milyaran Dollar kepadanya, yakni J.P. Morgan Chase serta Citi Group terpaksa kehilangan semuanya. Tidak hanya dua kreditor besar tersebut, ribuan pembeli sahamnya juga harus merelakan uang mereka hilang sia-sia karenanya. Selain itu 25.000 orang karyawan Enron Energy, Inc. sudah pasti kehilangan mata pencahariannya. Bahkan, dana tabungan penghasilan serta pensiun yang semula mereka harapkan mampu menjadi penopang kehidupan bila tidak bekerja lagi juga ikut musnah.
Selanjutnya, masalah ini melebar dan menyentuh ranah hukum serta politik di Gedung Putih dan Capitol Hill. Departemen Kehakiman Amerika Serikat selanjutnya melakukan penyelidikan untuk menemukan aspek pelanggaran hukum pidana dalam kasus itu. Komite Kongres di Capitol Hill ingin mengundang Kenneth Lay selaku presiden komisaris sekaligus direktur Enron Energy, Inc. untuk menjelaskan berbagai hal terkait kebangkrutan perusahaannya. Sedangkan Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat berupaya mencari pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban terhadap nasib para pekerja Enron Energy, Inc.
Pembahasan
Pada mulanya, Enron Energy, Inc. yang didirikan pada tahun 1985 di negara bagian Texas adalah perusahaan yang bergerak dalam jalur nyata, dikelola secara sungguh-sungguh dan jujur, serta menampilkan kinerja manajerial yang sangat bagus. Sebagai salah satu perusahaan yang menikmati booming industri energi pada dasa warsa 1990, ia berhasil membuktikan kemampuannya untuk mengatasi tantangan dalam memasok energi bagi pangsa pasar yang demikian besar. Hal ini dapat dilakukannya berkat jaringan amat luas yang telah dibangunnya. Seiring dengan berjayanya industri bidang energi pada masa itu, Enron Energy, Inc. mampu menempatkan diri sebagai pedagang besar energy (energy merchants). Ia membeli gas alam dengan harga murah. Kemudian gas alam itu dikonversi menjadi energi listrik dan selanjutnya dijual dengan mengambil keuntungan yang lumayan dari mark-up sale of power atau biasa disebut spark spread.
Setelah itu, ia melebarkan skala usahanya dengan membeli beberapa perusahaan air minum di Inggris. Di India, ia berhasil membangun pembangkit listrik swasta. Bahkan, Enron Energy, Inc. berhasil melakukan sinergi atas jalur transmisi energinya untuk dapat digunakan sebagai jalur teknologi informasi. Kondisi ini terbukti berhasil memberikan penguatan padanya ketika ia kemudian merambah bidang usaha jasa teknologi informatika melalui Enron Online pada tahun 1999. Anak perusahaannya ini membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi dan memasarkan bandwith jaringannya secara berhasil seperti halnya gas alam serta listrik yang nota bene produk utamanya. Selain bandwith jaringan, tayangan video kepada para pelanggan (video on demand) juga berhasil dipasarkannya. Melalui Enron Online pula, perusahaan ini semakin mudah dalam membeli gas alam, air minum, dan tenaga listrik untuk kemudian dijual kepada para distributor besar. Apabila ditinjau dari daur hidup usahanya, saat itu ia tengah menikmati keuntungan yang sangat bagus. Pengelolaan usahanya yang visioner dan futuristik membuatnya ia diapresiasi secara amat baik di bursa saham Wall Street. Terbukti, pada tahun 2000 harga sahamnya tiap lembar mencapai US$ 90.
Sebagai suatu entitas bisnis, Enron Energy, Inc. pada awalnya adalah pelaku pasar yang baik dan patuh pada peraturan serta etika yang berlaku. Seperti halnya yang telah disampaikan dimuka, godaan untuk memperoleh hasil lebih banyak dalam waktu lebih singkat sekalipun melalui cara yang salah dan merugikan banyak pihak lain membuat para petinggi Enron Energy, Inc. lupa diri. Dengan harapan bahwa jumlah investor yang bersedia membeli sahamnya semakin banyak, jumlah modal usaha yang terhimpun makin besar, dan harga tiap lembar sahamnya meningkat, perusahaan ini selama beberapa tahun berturut-turut memberikan laporan keuangan palsu. Di dalamnya, tingkat keuntungan perusahaan dilaporkan jauh lebih besar dari pada yang sebenarnya.
Tindakan curang ini dapat dilakukannya dengan mulus karena ia dibantu oleh Arthur Andersen&Co, salah satu auditor serta konsultan manajemen terkemuka dengan reputasi mendunia selain Boston Consulting Group dan Booz, Allen&Hamilton. Lembaga ini berperan dalam memperbagus hasil audit atas laporan keuangan Enron Energy, Inc. dari pada kondisi sebenarnya. Dalam terminologi manajemen keuangan, apa yang dilakukan oleh Arthur Andersen&Co. ini dinamakan window dressing. Paling tidak, lembaga tersebut telah melakukan pembiaran atau pengabaian fakta atas tindakan buruk yang dilakukan oleh Enron Energy, Inc. semisal pelaporan keuntungan yang jauh lebih tinggi dari pada sebenarnya maupun penghilangan bukti-bukti kerugian.
Bagaimanapun pandainya suatu lembaga menyembunyikan kebusukan, akhirnya baunya tercium juga. Pada suatu saat, indikasi terjadinya ketidakberesan pastilah terkuak. Suatu perusahaan yang mengalami kerugian dari kegiatan operasionalnya tentulah tidak mungkin bisa terus menerus menutupi kenyataan bahwa ia sulit membayar hak-hak finansial para karyawannya, membayar hutang kepada para kreditor, atau melunasi pembelian bahan-bahan kepada para pemasok. Pada saat beberapa kenyataan tersebut terkuak, publik mengetahui bahwa terdapat masalah serius pada dirinya serta kemudian mempertanyakan kebenaran hasil audit atas laporan keuangan yang selama ini disampaikan. Selanjutnya, keinginan untuk mengetahui hal yang sebenarnya semakin kuat dan kondisi itu tidak mungkin dapat dilawan oleh Enron Energy, Inc. Ia harus bersedia memenuhinya walaupun sebagai konsekuensinya harga sahamnya tiap lembar merosot drastis hingga tinggal beberapa puluh sen US$. Jumlah kerugian yang ditanggungnya mencapai US$ 586 ditambah beban hutang US$ 2,50 milyar.
Tidak berbeda dengan Enron Energy, Inc., Arthur Andersen&Co. juga tidak tahan dari godaan untuk memperoleh hasil lebih besar dalam waktu cepat dengan mengabaikan kewajiban untuk melakukan tindakan yang etis dan normatif. Selaku lembaga auditor, seharusnya ia melakukan pemeriksaan secara sungguh-sungguh dan jujur terhadap kondisi sebenarnya dari Enron Energy, Inc. dan bersedia memberikan informasi yang benar kepada para kreditor serta investor mengingat mereka adalah pengampu kepentingan langsung. Mereka amat berkepentingan dengan keselamatan dana yang telah dipercayakan untuk dikelola oleh Enron Energy, Inc. Sedangkan jika perusahaan ini mengalami kerugian, merekalah yang menanggung kerugian secara langsung selain para karyawan.
Reputasi bagus yang telah dibangun dalam jangka waktu lama akhirnya hancur tidak tersisa karena perbuatan lancung yang dilakukan dalam waktu singkat. Arthur Andersen&Co. harus kehilangan semuanya hanya karena menginginkan sesuatu yang lebih (Losing everything because of only wanting the more). Secara filosofis, kerakusan adalah kondisi yang berawal dari rasa kurang dan berakhir pada ketiadaan (starting from less and ending to the zero). Baik Enron Energy, Inc. maupun Arthur Andersen&Co. terpaksa harus menjadi pihak-pihak yang telah membuktikan kebenaran pahit kalimat tersebut. Padahal, sesungguhnya mereka telah merasakan imbalan dan keberhasilan yang pantas dari upaya perjuangan melalui jalur normal yang telah dilakukan sebelumnya. Imbalan dan keberhasilan perjuangan mereka nikmati sendiri. Sedangkan apabila dampak perbuatan buruk terjadi, pihak yang merasakannya tidak hanya mereka sendiri, melainkan banyak pihak lain pula.
Kesimpulan
Dari pemaparan mengenai perilaku curang Enron Energy, Inc. dan Arthur Andersen&Co. diatas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Diantaranya adalah
1) Pembiaran atau pengabaian fakta atas tindakan buruk yang dilakukan oleh Enron Energy, Inc. telah dilakukan oleh Arthur Andersen&Co. Bahkan, keduanya telah melakukan persekongkolan jahat.
2) Perasaan rakus terhadap keuntungan yang makin besar serta lebih cepat perolehannya mampu membawa suatu lembaga mengalami kehancuran. Demikian pula, integritas seseorang bisa musnah karenanya.
3) Ketaatan kepada prinsip-prinsip normatif dan menjunjung tinggi kejujuran dalam bidang usaha adalah kewajiban bagi setiap pihak yang terlibat di dalamnya.
4) Pada dasarnya, masyarakat luas makin membutuhkan informasi yang tepat dan jujur terkait dengan bidang kegiatan bisnis, terutama kegiatan bisnis yang melibatkan banyak pihak.
5) Dampak buruk perbuatan curang yang dilakukan oleh sejumlah kecil pelaku sering kali menimbulkan kerugian pada sejumlah besar anggota masyarakat.
Saran
Apabila dikaitkan dengan konteks keIndonesiaan, kita semua pastilah tidak menginginkan kejadian buruk ini terulang disini. Untuk itulah, beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah
1) Pemerintah selaku regulator haruslah melakukan proses belajar secara berkelanjutan untuk mengetahui perkembangan praktek-praktek usaha menyimpang serta menemukan cara guna mengatasinya. Kemudian, pemerintah harus menderivasikannya dalam berbagai peraturan yang jelas dan tidak mengandung penafsiran yang kabur.
2) Dalam peraturan itu, sanksi yang diberlakukan harus bisa memberikan efek penggentar (deterrent effect) bagi siapa saja yang ingin melakukan kecurangan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Enron Energy, Inc. dan Arthur Andersen&Co. Bukan tidak mungkin, dalam tampilan yang lain kasus semacam ini terulang disini.
3) Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan insentif, imbalan, atau minimal apresiasi kepada lembaga yang telah terbukti menjalankan kegiatan dengan penuh kejujuran guna mendorong pihak lainnya untuk melakukan hal yang serupa.
4) Kalangan media massa harus menyumbangkan peran dalam memberikan edukasi kepada anggota masyarakat termasuk pula pelaku usaha agar menjunjung tinggi kejujuran. Terhadap pihak yang telah terbukti menampilkan integritas tinggi, media massa hendaknya mengangkatnya dalam pemberitaan sebagai wujud sosialisasi. Selain itu, media massa juga harus mempertajam sensitivitasnya terhadap berbagai kemungkinan penyimpangan yang merugikan masyarakat luas. Kemampuan melakukan jurnalisme investigatif harus terus menerus diasah oleh kalangan media dengan tetap menjalin koordinasi dengan para penegak hukum.
5) Secara organisatoris, penghormatan dan kepatuhan kepada prinsip-prinsip normatif serta etis yang berlaku harus ditanamkan semakin kuat kepada para anggotanya oleh organisasi profesi yang menghimpun para auditor. Sanksi yang bisa memberikan efek penggentar dan imbalan atau setidaknya apresiasi bagi anggota yang memegang teguh prinsip hendaknya diberlakukan semakin kuat di dalamnya.
Daftar Pustaka
1. Etika Bisnis dan Bisnis Yang Beretika. http://nofieiman.com/2006/10/etika-bisnis-dan-bisnis-beretika/.
2. Etika Bisnis. http://edratna.wordpress.com/2006/12
3. Enron Dan Sisi Gelap Kapitalisme. A. Tony Prasetyantoko. www.Kompas.Com. Rabu, 23 Januari 2002.
4. Busung Lapar, Lumpuh Layu, Dan Banalitas Konsumtivisme. Majalah Prestasi Edisi X. 2005.
1) Pembiaran atau pengabaian fakta atas tindakan buruk yang dilakukan oleh Enron Energy, Inc. telah dilakukan oleh Arthur Andersen&Co. Bahkan, keduanya telah melakukan persekongkolan jahat.
2) Perasaan rakus terhadap keuntungan yang makin besar serta lebih cepat perolehannya mampu membawa suatu lembaga mengalami kehancuran. Demikian pula, integritas seseorang bisa musnah karenanya.
3) Ketaatan kepada prinsip-prinsip normatif dan menjunjung tinggi kejujuran dalam bidang usaha adalah kewajiban bagi setiap pihak yang terlibat di dalamnya.
4) Pada dasarnya, masyarakat luas makin membutuhkan informasi yang tepat dan jujur terkait dengan bidang kegiatan bisnis, terutama kegiatan bisnis yang melibatkan banyak pihak.
5) Dampak buruk perbuatan curang yang dilakukan oleh sejumlah kecil pelaku sering kali menimbulkan kerugian pada sejumlah besar anggota masyarakat.
Saran
Apabila dikaitkan dengan konteks keIndonesiaan, kita semua pastilah tidak menginginkan kejadian buruk ini terulang disini. Untuk itulah, beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah
1) Pemerintah selaku regulator haruslah melakukan proses belajar secara berkelanjutan untuk mengetahui perkembangan praktek-praktek usaha menyimpang serta menemukan cara guna mengatasinya. Kemudian, pemerintah harus menderivasikannya dalam berbagai peraturan yang jelas dan tidak mengandung penafsiran yang kabur.
2) Dalam peraturan itu, sanksi yang diberlakukan harus bisa memberikan efek penggentar (deterrent effect) bagi siapa saja yang ingin melakukan kecurangan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Enron Energy, Inc. dan Arthur Andersen&Co. Bukan tidak mungkin, dalam tampilan yang lain kasus semacam ini terulang disini.
3) Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan insentif, imbalan, atau minimal apresiasi kepada lembaga yang telah terbukti menjalankan kegiatan dengan penuh kejujuran guna mendorong pihak lainnya untuk melakukan hal yang serupa.
4) Kalangan media massa harus menyumbangkan peran dalam memberikan edukasi kepada anggota masyarakat termasuk pula pelaku usaha agar menjunjung tinggi kejujuran. Terhadap pihak yang telah terbukti menampilkan integritas tinggi, media massa hendaknya mengangkatnya dalam pemberitaan sebagai wujud sosialisasi. Selain itu, media massa juga harus mempertajam sensitivitasnya terhadap berbagai kemungkinan penyimpangan yang merugikan masyarakat luas. Kemampuan melakukan jurnalisme investigatif harus terus menerus diasah oleh kalangan media dengan tetap menjalin koordinasi dengan para penegak hukum.
5) Secara organisatoris, penghormatan dan kepatuhan kepada prinsip-prinsip normatif serta etis yang berlaku harus ditanamkan semakin kuat kepada para anggotanya oleh organisasi profesi yang menghimpun para auditor. Sanksi yang bisa memberikan efek penggentar dan imbalan atau setidaknya apresiasi bagi anggota yang memegang teguh prinsip hendaknya diberlakukan semakin kuat di dalamnya.
Daftar Pustaka
1. Etika Bisnis dan Bisnis Yang Beretika. http://nofieiman.com/2006/10/etika-bisnis-dan-bisnis-beretika/.
2. Etika Bisnis. http://edratna.wordpress.com/2006/12
3. Enron Dan Sisi Gelap Kapitalisme. A. Tony Prasetyantoko. www.Kompas.Com. Rabu, 23 Januari 2002.
4. Busung Lapar, Lumpuh Layu, Dan Banalitas Konsumtivisme. Majalah Prestasi Edisi X. 2005.
Muliawan Hamdani, S.E. Staff Edukatif Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Jateng. Saat ini tengah menempuh studi lanjut pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar