Bersabarlah Adrian, Jalanmu Masih Panjang!
Tentunya masih terbayang dengan jelas dalam ingatan kita kita semua betapa gegap gempitanya seluruh penjuru tanah air ketika satu catatan sejarah baru terukir pada tahun 1985. Seorang putra Saparua, Ellias Pical, secara gemilang berhasil merebut gelar juara dunia kelas bantam yunior versi IBF (International Boxing Federation) dengan memukul roboh Ju Do Chun dari Korea Selatan pada babak kedelapan.Histeria massal yang juga diiringi derai air mata sebagai ungkapan rasa syukur kiranya memang pantas terjadi. Baru pada saat itulah, pertama kalinya seorang putra Indonesia berhasil menggapai gelar terhormat yang sebelumnya amat didambakan dan juga mampu mampu mengangkat nama bangsa di blantika olah raga tinju dunia.
Tentunya masih terbayang dengan jelas dalam ingatan kita kita semua betapa gegap gempitanya seluruh penjuru tanah air ketika satu catatan sejarah baru terukir pada tahun 1985. Seorang putra Saparua, Ellias Pical, secara gemilang berhasil merebut gelar juara dunia kelas bantam yunior versi IBF (International Boxing Federation) dengan memukul roboh Ju Do Chun dari Korea Selatan pada babak kedelapan.Histeria massal yang juga diiringi derai air mata sebagai ungkapan rasa syukur kiranya memang pantas terjadi. Baru pada saat itulah, pertama kalinya seorang putra Indonesia berhasil menggapai gelar terhormat yang sebelumnya amat didambakan dan juga mampu mampu mengangkat nama bangsa di blantika olah raga tinju dunia.
Keberhasilan ini terasa benar-benar mengesankan mengingat sebelumnya telah beberapa kali pil pahit harus di telan oleh para pendahulunya. Sebagai misalnya, Thomas Americo petinju asal Timor Timur yang gagah berani dan merupakan petinju Indonesia pertama yang mendapatkan kesempatan terpuruk di tangan Saoul Mamby, juara bertahan kelas welter yunior versi WBC (World Boxing Council). Setelah itu, Juhari dan Joko Arter yang diharapkan bisa menebus kegagalan Thomas Americo juga harus pulang dengan tangan hampa setelah ditundukkan oleh lawan-lawan mereka di Korea Selatan.
Beberapa kali Elly mampu mempertahankan gelarnya. Bahkan, sebenarnya ia juga menciptakan catatan prestasi seperti halnya yang telah ditorehkan oleh Muhammad Ali serta Evander “The Real Deal Holyfield” sebagai petinju yang berhasil merebut gelar juara dunia tiga kali. Sebagaimana halnya Muhammad Ali, Elly juga harus beberapa kali jatuh untuk kemudian bangun lagi. Pertama kalinya ia dikalahkan dengan angka tipis oleh Cesar Polanco –seorang petinju bergaya boxer asal Republik Dominika- setelah bertarung sengit selama lima belas babak penuh. Karena masih merasa penasaran dengan kekalahan itu, kubu Elly meminta untuk dilaksanakan pertandingan ulang (rematch) yang ternyata disetujui oleh Cesar Polanco. Tentu saja dengan meminta bayaran yang sangat tinggi untuk ukuran saat itu. Pada pertarungan yang digelar oleh promotor Anton Sihotang di IstOra Senayan, Elly mampu tampil secara gemilang. Dipatahkannya tulang rusuk Cesar Polanco dengan berondongan upper cut kirinya yang terlontar dahsyat laksana peluru kendali Exocet sehingga terkapar di ronde ke tiga. Ia sempat satu kali mempertahankan gelarnya dengan merobohkan petinju Korea Selatan di ronde ke sepuluh.
Untuk kedua kalinya, ia terhempas ketika ia mencoba menantang keperkasaan Khaosai Galaxi, juara kelas bantam yunior versi WBA (World Boxing Association) asal Thailand yang sangat garang sehingga dijuluki Aira (Raja Bantai). Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Khaosai Galaxi merupakan petinju yang sangat menakutkan sehingga bisa dikatakan sebagai Mike Tyson di kelasnya. Ia mempunyai daya tahan terhadap pukulan yang amat mengagumkan berkat olah raga bela diri tradisional Thailand yang kini sangat termasyhur di seluruh penjuru dunia yang telah ditekuninya sejak kecil, yakni Kick Boxing. Selain itu, pukulan tangan kanannya juga sangat keras sehingga banyak diantara lawannya terjungkal di babak-babak awal. Melalui pertarungan yang berlangsung dengan amat keras, brutal, dan berlumur percikan darah dari kedua petinju, Elly harus tersungkur di babak ke empat belas. Seusai kekalahan yang sangat menyakitkan ini, ia harus merangkak dari awal dengan melakukan pertarungan eliminasi melawan Sukardi, seorang petinju pemula dari Surabaya.Pertandingan itu dimenangkannya dengan knock out di ronde ketiga.
Ketika Anton Sihotang memberikan kesempatan ketiga, ia tidak menyia-nyiakannya. Juara bertahan asal Korea Selatan, Tae Il Chang, dibuatnya bulan-bulanan selama lima belas ronde sebelum akhirnya dinyatakan kalah angka telak. Tiga kali ia mempertahankan gelar dengan mengalahkan lawan-lawannya semisal Raul Ernesto Diaz (Kolumbia), Ki Chang Kiem (Korea Selatan), dan Mike Phelps (Amerika Serikat). Pertambahan usia memang tidak bisa diingkari. Akhirnya, ia harus rela menyerahkan gelarnya kepada Juan Polo Perez dari Kolumbia setelah bertarung selama dua belas babak penuh pada pertandingan yang diselenggarakan oleh Cedric “Big Ced” Kushner di Roanoke, Amerika Serikat.
Sesudah Elly, memang ada Nico Thomas yang sempat merebut gelar juara dunia kelas terbang mini versi IBFdari tangan Samuth Sithnaruapol dari Thailand. Akan tetapi, gelar yang dimilikinya tidak bertahan lama. Pada saat pertama kali ia mempertahankan gelar, ia harus mengakui kehebatan Eric Chavez dan menyerah kalah pada babak kelima. Sebenarnya, beberapa petinju Indonesia yang berhasil tampil sebagai juara dunia semisal Ahzadin Anhar (kelas terbang yunior), Piruz Boy (kelas bantam yunior), Husni Ray (kelas terbang mini), Junai Ramayana (kelas bantam), Muhammad Nurhuda (kelas bulu yunior), Ricky Matulessy (kelas bantam yunior), dan Yani Malhendo (kelas terbang yunior). Namun, gelar yang mereka raih merupakan gelar juara yang dipandang kelas dua, yakni IBF Intercontinental. Demikian pula Suwito La Gola dan Ajib Albarado yang masing-masing menyandang gelar juara dunia kelas welter dan welter yunior versi World Boxing Federation, badan tinju dunia baru yang namanya tak juga kunjung menjulang.
Kemarau prestasi kiranya terasa lama sekali menaungi dunia tinju professional Indonesia. Keberadaan seorang juara dunia dari badan tinju dunia yang reputasinya terhormat –semisal WBA, WBC, IBF, dan WBO- benar-benar kita rindukan. Penantian ini terasa semakin melelahkan bahkan berubah menjadi kekecewaan yang mendalam manakala Adrianus Taroreh –seorang mantan petinju amatir dengan pengalaman amat matang- yang diharapkan mampu merebut gelar juara dunia ternyata harus menuai nasib yang mengenaskan. Ia tumbang di babak keempat manakala mencoba menantang Orzubek “Gussy” Nazarov dari Kyrgistan pada bulan April 1996 di Tokyo. Saat ini, kiprah Adrianus Taroreh sudah tidak kita dengar gemanya lagi. Sepertinya, ia sudah patah arang dengan dunia tinju yang telah sekian lama digelutinya. Pementasan pertandingan terutama yang berlingkup internasional semakin jarang digelar sehingga ring tinju semakin sepi. Jumlah promotor yang mampu menggelar pertarungan pun bisa dihitung dengan jari.
Harapan Baru Itu Telah Muncul
Syukurlah, ada secercah cahaya menyibak awan gelap. Seorang bintang baru kembali bersinar memberikan harapan bagi dunia tinju Indonesia yang tengah dilingkupi suasana muram. Adrian Kaspari adalah nama yang saat ini menjadi titik pusat perhatian para pengamat olah raga tinju di tanah air. Ia merupakan petinju dengan bakat alam yang bagus sekali dan mendapatkan tempat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya karena sang ayah, Kaspari, adalah mantan petinju nasional yang dikenal sebagai jawara bertarung pada dasa warsa 1960. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa Adrian Kaspari saat ini ditempa dalam sasana Pirrih Camp yang kita kenal mempunyai manajemen rapi di bawah pimpinan Eddy Pirrih, seorang pengusaha besar asal Surabaya yang gila tinju. Disamping itu, Adrian Kaspari juga memiliki dasar-dasar kemampuan bertinju yang tidak bisa dikatakan jelek. Sekalipun tidak sebanyak yang dimiliki oleh Ellias Pical, Adrianus Taroreh, dan Ilham Lahia, pengalaman ring amatir telah pula dikecapnya. Terakhir kalinya, ia tampil membawa bendera Jawa Timur pada Kejuaraan Nasional Yunior tahun 1992 di Palembang. Ketika itu, ia hanya mampu meraih medali perak karena dikalahkan oleh Rachman Kili-Kili dari Sumatera Selatan. Adapun mengenai Rachman Kili-Kili yang mengalahkannya, sampai saat ini ia masih menjadi petinju amatir nasional yang prestasinya kurang begitu bersinar.
Kelebihan yang dimiliki oleh Adrian Kaspari terletak pada otaknya yang amat cerdas sehingga ia bisa dengan cepat menangkap setiap pengetahuan atau teknik yang diberikan oleh pelatih bertangan dingin asal Philipina, Mario Lumacad. Ia juga mampu memaksa setiap lawan yang dihadapi untuk bertarung dengan irama yang dikehendakinya. Inilah yang biasa disebut ring generalship. Selain otaknya yang cemerlang, seperti halnya Ellias Pical Adrian Kaspari juga mempunyai pukulan yang sangat keras. Bahkan, banyak pengamat menilai bahwa dalam hal ini kemampuan Adrian Kaspari lebih besar dibandingkan Elly karena kedua tangannya baik kanan maupun kiri bisa berperan secara efektif, tidak hanya bertumpu pada salah satu saja. Hook kiri dan kanannya berdaya ledak tinggi, stratightnya menghunjam tajam, serta hentakan upper cutnya mirip patukan ular Cobra. Tak mengherankanlah bila hampir semua lawan yang dihadapinya –kecuali Hassan Ambon- tidak mampu melanjutkan pertandingan sampai dentang lonceng babak terakhir terdengar. Bahkan, banyak diantara mereka tersungkur jatuh di ronde pertama atau kedua.
Dari delapan belas kali ia bertarung, tujuh belas kali ia menghabisi lawan-lawannya dengan kemenangan knock out atau technical knock out. Sewaktu ia masih berlaga di atas ring tingkat nasional, sepuluh kali ia berturut-turut ia merobohkan lawan-lawannya. Suatu rekor bertanding yang sangat bagus untuk ukuran Indonesia saat ini.
Prestasi di arena tingkat internasional telah pula diukirnya dengan gemilang. Pada bulan Maret 1996 lalu, ia menyudahi perlawanan petinju Rusia Alexander Tiranov dengan kemenangan knock out di ronde ketiga sehinggga gelar juara dunia kelas bantam IBF Intercontinental berpindah tangannya. Keganasannya masih berlanjut. Badak Thailand, Visuth Kiattikasongka, yang kekar serta jauh lebih berpengalaman empat kali dibuatnya jatuh dan bangun sebelum menyerah di ronde kedua. Achmad Fandi yang terkenal tahan pukulan dalam satu babak harus tersuruk. Sairoung Souwannasien yang konon termasuk petinju Thailand yang cerdik ia robohkan di ronde ketiga dalam rangka mempertahankan gelar juara dunia IBF Intercontinental untuk kali pertama. Joel Junio ditumbangkannya pada babak ketujuh. Untuk lawan terakhir ini, ia adalah salah satu tukang pukul ganas andalan Philipina yang sering merobohkan lawan-lawannya jika bertarung di luar negeri semisal Korea Selatan dan Thailand. Rekor bertandingnya juga mengerikan, yaitu dua puluh tujuh kali menang dan sekali draw dengandelapan belas kali kemenngan knock out atau technical knock out. Kemenangan itu terasa lebih bermakna karena diraihnya di depan publik Philipina yang nota bene pendukung Joel Junio sendiri. Padahal, jarang sekali petinju Indonesia yang bisa memenangkan pertandingan di luar negeri. Kebanyakan diantaranya justru kalah secara tragis.
Suatu rekor baru dalam dunia tinju professional Indonesia dicatatnya dengan keberhasilannya menjadi petinju pertama yang mampu meraih gelar juara dunia dalam dua versi. Pada bulan Maret 1997 lalu, Adrian Kaspari merebut gelar juara dunia kelas bantam versi WBF Intercontinental setelah mengkanvaskan petinju Philipina, Edgar Maghanoi, pada babak pertama dalam pertarungan yang diselenggarakan di Surabaya. Terakhir kalinya, ia tampil di Jakarta pada pertengahan bulan April 1997 dalam rangka mempertahankan gelar juara dunia versi IBF serta WBF Intercontinental. Saat itu, ia menghentikan perlawanan fighter tangguh Thailand, Jittinan Banharachuporn sebelum babak pertama berakhir melalui rentetan hook serta upper cutnya yang benar-benar mematikan.
Karena kemenangan-kemenangannya yang gemilang itu serta lobby kepada pihak IBF yang ditempuh secara intensif oleh Harry “Don Seng” Sugiarto, Adrian Kaspari berhasil menempati peringkat kedua dalam jajaran sepuluh besar penantang juara dunia kelas bantam versi IBF yang saat itu dipegang oleh petinju Afrika Selatan, Mbulelo Butile. Sebenarnya, Harry Sugiarto sudah sejak lama berusaha agar Adrian Kaspari bisa berhadapan denga Mbulelo Butile. Dari segi teknis, sebenarnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Dalam artian bahwa Adrian Kaspari pasti akan bisa mengimbangi, bahkan kemungkinan besar justru akan mampu mengalahkannya. Namun, niat itu sulit sekali terlaksana karena pihak Mbulelo Butile melalui promotor Cedric Kushner meminta bayaran yang amat tinggi, yakni $350.000. Jumlah sebesar itu sulit sekali untuk dipenuhi oleh kemampuan finansial para promotor kita. Harry Sugiarto telah berusaha menurunkan harga dengan mengajukan tawaran sebesar $250.000. Tetapi, Cedric Kushner tidak mau bergeming dari tuntutannya semula. Terlebih lagi, ia memiliki daya tawar menawar (bargaining power) yang kuat karena Mbulelo Butile masih mempunyai hak memilih lawan yang disukainya (choice right). Sehingga, ia bisa saja menolak untuk menghadapi Adrian Kaspari bila ia tidak berkenan. Konon, alasan yang melandasinya adalah karena ia merasa gentar menghadapi Adrian Kaspari yang sangat rakus kemenangan knock out di ronde-ronde awal. Ia sangat tidak ingin kehilangan gelarnya.
Keadaan ini bertambah rumit karena pada tanggal 19 Juli 1997 lalu, Mbulelo Botile harus menyerahkan gelarnya kepada Tim “Cincinatti Boy” Austin asal Amerika Serikat setelah ditumbangkan pada ronde kedelapan. Sekalipun dengan peristiwa tersebut peringkat Adrian Kaspari naik ke urutan pertama, penantian yang harus dilalui semakin panjang. Sebagaimana Mbulelo Butile, Tim Austin tentu juga tidak ingin kehilangan mahkotanya dalam waktu singkat begitu saja. Ia tidak ingin kejayaannya segera berakhir dan ia ingin mampu selama mungkin mempertahankan gelar sambil berupaya memperbesar pundi-pundi Dolarnya. Bila ia dipaksa untuk menghadapi Adrian Kaspari saat ini, tentulah ia meminta bayaran yang sangat tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi dari pada yang diminta oleh Mbulelo Butile, yakni sekitar $400.000 hingga $500.000. Itulah masalah yang benar-benar memusingkan kepala. Apalagi, kita menyaksikan kenyataan bahwa saat ini upaya meyakinkan para sponsor untuk bersedia mendukung suatu pementasan tinju sulit sekali dilakukan. Mereka merasa takut sekaligus skeptis kalau-kalau dana yang dikucurkan untuk membiayanya tidak bisa memberikan hasil yang memuaskan atau bahkan yang lebih buruk lagi tidak bisa mencapai titik impas (break even point).
Hikmah Dari Kesabaran Harus Bisa Diperoleh
Atas dasar kenyataan di atas, masa penantian yang harus dilalui oleh Adrian Kaspari akan semakin panjang. Sungguh menyakitkan memang. Tetapi, inilah satu tahapan kehidupan yang harus dijalani olehnya. Sebagai insan yang percaya kepada keMahaKuasaanNya, masa penantian yang harus dilewati itu hendaknya dianggap sebagai batu ujian atau proses yang menjadikannya matang serta bertambah pengalaman. Kita bisa mengatakan demikian karena telah sering kali pelajaran berharga berupa kegagalan menyakitkan dialami oleh para petinju Indonesia. Banyak diantara mereka mengalami nasib buruk karena secara gegabah diorbitkan dalam tempo yang terlalu dini sementara pengalaman bertanding terutama melawan petinju luar negeri yang telah dilakukan sangat kurang.Sebagai misal, Yani Hagler yang sesungguhnya amat berbakat harus menyerah di ronde ketiga ketika ia berusaha merebut gelar juara dunia kelas terbang yunior IBF dari tangan Doddy “The Bionic Boy” Penalosa asal Philipina. Little Pono terjungkal pada babak kedua oleh kepalan tangan Little Baquio juga dari Philipina saat ia mencoba berebut gelar juara dunia Junior WBC dengannya. Walaupun sempat berlatih di Amerika Serikat dan sangat diharapkan, ternyata Ahzadin Anhar harus tersungkur pada ronde ketiga di tangan Jeom Hwan Choi asal Korea Selatan sewaktu ia mencoba merebut gelar juara dunia kelas terbang yunior versi IBF. Adapun Gym Suryaman yang memiliki teknik serta kecerdasan tinggi harus menjadi bulan-bulanan Napa Kiawanchai dari Thailand ketika mereka memperebutkan gelar juara dunia kelas terbang mini versi Intercontinental WBC. Terakhir, Yokthai Sithoar dari Thailand merobohkan Jack Siahaya di ronde kedua dalam perebutan gelar juaradunia kelas bantam versi WBA.
Selama masa penantian, baik Eddy Pirrih selaku manajer maupun Harry Sugiarto sbagai promotor hendaknya tetap mengupayakan agar kemampuan Adrian Kaspari semakin terasah dengan jalan sesering mungkin mempertandingkannya melawan para petinju luar negeri dari beragam kebangsaan misalnya saja Mexico, Kolumbia, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Jerman, dan Afrika. Tujuan lain dari upaya tersebut adalah agar Adrian Kaspari memiliki semakin banyak pengalaman dan pengetahuan sehingga ia mampu mengatasi lawan dari berbagai gaya bertanding. Tidak hanya dengan para petinju Thailand, Philipina, dan Rusia sebagaimana yang sudah sering kali dihadapi sebelumnya.
Selain mempertandingkannya secara lebih intensif, tidak ada salahnya jika Adrian Kaspari berlatih di sasana terkemuka luar negeri guna menimba ilmu lebih banyak misalnya Kronk Gymnasium yang diasuh oleh pelatih berotak brilliant, Emmanuelle Stewart yang telah banyak melahirkan juara dunia atau Big Bear Camp yang merupakan tempat Oscar “The Golden Boy” De La Hoya menempa diri. Bila upaya tersebut dilaksanakan secara sungguh-sungguh, kiranya jalan yang harus ditempuh akan semakin mudah karena sejak bulan Mei 1997 lalu Adrian Kaspari telah direngkuh dalam naungan The Don King Promotion. Dengan demikian, ia adalah petinju Indonesia pertama yang dipercaya oleh promoter dunia ternama Don King untuk bertanding di bawah benderanya. Enam belas kali pertandingan dalam jangka waktu empat tahun akan ia lakukan. Hal tersebut berarti tambahan pengalaman yang sangat berharga baginya. Tidak hanya itu, peluang untuk merebut gelar juara dunia akan tetap terbuka lebar asal saja ia bersedia bersabar. Percayalah, siapa yang bisa bersabar akan memetik hasil yang bagus nantinya. Selamat berjuang menggapai prestasi tingkat dunia Cak Adrian! Buktikan bahwa seorang arek Simo Gunung juga bisa membuat dunia kagum dan terpana!
Muliawan Hamdani, S.E. Anggota Kelompok Studi Mangkubumen Surakarta dan penikmat serta pemerhati olah raga tinju profesional. Saat ini tengah bekerja di Lembaga Manajemen STIE Bank BPD Jateng sebagai staff konsultan dan tenaga pengajar.
*)Artikel ini pernah dikirimkan kepada Harian Solo Pos tetapi tidak dimuat dan tanggalnya tidak saya ingat lagi. Mengenai Adrian Kaspari, pada akhirnya pertandingan perebutan gelar juara dunia yang telah lama didambakannya datang juga padanya. Pada bulan April 1998, Tim Austin harus menghadapinya dalam suatu even pertandingan wajib (mandatory fight). Namun apa hendak dikata. Kesempatan emas itu terpaksa harus dijalaninya secara sia-sia. Adrian Kaspari justru seperti mengalami demam panggung serta tidak tahu harus berbuat apa (black-out). Sehingga, ia tersungkur pada babak ketiga walaupun pada babak kedua Adrian Kaspari dengan pukulannya yang sangat keras hampir merobohkan Tim Austin.
Setahun sesudahnya, Adrian Kaspari memperoleh kesempatan menghadapi juara dunia kelas Bantam IBF yang baru dari Afrika Selatan, Bennedict Ledwaba. Tetapi, belum sempat ia naik ring, ia sudah harus didiskualifikasi karena berdasarkan pemeriksaan medis, ia dinyatakan mengidap virus Hepatitis B. Peraturan yang berlaku memang tidak mengijinkan setiap petinju yang mengidap virus tersebut untuk bertanding. Kemudian, Adrian Kaspari berpindah sasana. Tetapi, kepindahannya ini malah membuat prestasinya mengalami kemunduran. Ia hanya sempat bangkit sekali dengan merebut gelar juara nasional dari Heinz Ronny “Virgo” Warrouw dan sekali mempertahankannya dari Salim Ayuba. Pada kali kedua, ia dikalahkan oleh Vicky Ceper. Setelah itu, ia menghilang dari blantika tinju professional di tanah air.
Terkait hanya hasan ambon saja yg tidak bisa kaspari sungkurkan.
BalasHapusApa anda punya spesifikasi dan kronologi detail pertandingannya, tentang siapa yg menang
Terkait hanya hasan ambon saja yg tidak bisa kaspari sungkurkan.
BalasHapusApa anda punya spesifikasi dan kronologi detail pertandingannya, tentang siapa yg menang
Adrian Kaspari seorang Raja KO yg hebat.
BalasHapusKalau saja Andrian Kaspari ditangani lbh profesional dia bs mjd juara dunia.
BalasHapusSpeed,power punch dahsyat...
Catatan buruknya saat melawan petinju Thailand (*Saychamrat jhochitlada) tidak di bahas. Pertandingan tinju kontroversial yang di menangkan oleh juri untuk Adrian Kaspari.
BalasHapus